Kamis, 29 Oktober 2009

KAOS FLANEL








MONGGO LIAT-LIAT KAOS BUATANKU...
BISA PESEN LHOO..email : purwiretno@gmail.com

Apakah Anda Telah Siap Untuk Menikah?

Mengutip dari suatu artikel...

Pernikahan bukanlah bagaimana kita mencari pasangan yang tepat akan tetapi pernikahan lebih merupakan bagaimana kita menjadi pasangan yang tepat. Kata “menjadi” mencerminkan suatu proses pertumbuhan yang harus dijalani oleh kedua pasangan agar mereka bisa menjadi pasangan yang tepat.
Apabila setiap pasangan berpikir bahwa mereka menikah karena telah “menemukan” pasangan yang tepat maka apabila ternyata setelah menikah pasangan mereka tidak “tepat” seperti yang mereka harapkan maka mereka akan kecewa dan pernikahan itu akan mengalami banyak goncangan. Dalam pernikahan dituntut komitmen dan upaya agar pernikahan itu bisa berhasil. Ada banyak hal yang harus dibenahi pada masing – masing pasangan agar “perbedaan” yang ada dapat digunakan sebagai suatu sinergi demi mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera lahir dan batin.
Tujuan Pernikahan
Sebelum memasuki bahtera rumah tangga setiap pasangan harus memikirkan dan membicarakan secara terbuka tujuan pernikahan mereka. Tujuan ini sangat penting karena akan berfungsi sebagai kompas. Pernikahan tanpa didasari suatu tujuan yang ditetapkan secara benar dan hati-hati akan berlaku seperti sebuah kapal yang tidak tahu pelabuhan mana yang hendak dituju. Akibatnya kapal itu tidak akan bisa ke mana-mana dan hanya diam di tempat.
Pengertian Cinta
Ada banyak definisi mengenai kata “Cinta”. Ada yang mengatakan bahwa cinta adalah perasaan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Cinta itu indah. Cinta itu penuh pengertian dlsb. Cinta lebih sebagai suatu keputusan. Mengapa demikian ? Perasaan yang muncul pada saat 1 –2 tahun pertama masa pacaran / courtship itu tidaklah dapat dikatakan sebagai cinta. Karena pada masa ini yang lebih berperan adalah emosi. Kita hanya melihat hal yang baik saja dari pasangan kita sedangkan hal yang kurang baik kita abaikan. Setelah masa ini lewat mulailah kita melihat kekurangan pada diri pasangan kita. Nah pada saat ini, apabila kita memutuskan untuk menerima pasangan kita apa adanya dan memberikan komitmen sepenuhnya untuk tetap meneruskan hubungan ini, itu baru namanya cinta. Cinta dalam bahasa Inggris adalah “love”. Dan dalam bahasa Inggris cinta / to love adalah kata kerja. Di sini kita dituntut untuk aktif melakukan suatu tindakan untuk menyatakan cinta kita pada pasangan kita.
Penerimaan Seutuhnya
Karena ada 2 individu yang bersatu membentuk rumah tangga maka pasti ada perbedaan, baik itu perbedaan sikap, pola pikir, prinsip hidup, cara pengaturan keuangan, kebiasaan dll. Di sini setiap pasangan diharapkan untuk bisa saling menerima kelebihan dan kekurangan dari pasangannya. Penerimaan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mempertahankan “status quo”. Maksudnya jangan pernah meminta pasangan Anda untuk hanya menerima kelemahan Anda. Sedangkan Anda tidak mau berubah. Ini namanya egois. Jika Anda menyadari kelemahan Anda dan pasangan anda mau menerima kelemahan ini maka gunakanlah penerimaan ini sebagai suatu batu loncatan untuk meningkatkan diri. Sehingga berkat penerimaan dan bantuan dari pasangan Anda apa yang tadinya merupakan suatu kelemahan / kekurangan kini justru telah meningkat menjadi suatu keunggulan Anda.
Pertahankan Sikap Selalu Ingin Belajar
Ada hal yang kita tahu bahwa kita tahu. Ada hal yang kita tahu bahwa kita tidak tahu. Dan ada hal yang kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu. Semua hal mengenai hidup bisa kita pelajari. Jika Anda menemui kesulitan / hambatan dalam kehidupan rumah tangga ini merupakan berita yang baik. Mengapa demikian ? Karena hanya dengan menemui masalah dan memecahkan masalah itu Anda baru bisa bertumbuh menjadi manusia yang lebih dewasa. Jadi setiap kesulitan / ujian yang Anda hadapi sebenarnya menyiapkan Anda untuk sesuatu hal yang lebih besar dari apa yang telah Anda miliki saat ini. Semakin banyak masalah yang Anda hadapi dan atasi maka akan semakin cepat proses pertumbuhan kepribadian Anda dan akan semakin cepat proses sinergi antara Anda dan pasangan Anda.

Selasa, 04 Agustus 2009

फार्मूला तेम्पे क्रेम्स

Bahan:

* 500 gr tempe, potong-potong
* 500 ml santan encer
* 2 lbr daun salam
* 2 btg serai, memarkan
* minyak goreng

Bumbu halus:

* 8 siung bawang putih
* 4 btr bawang merah
* 4 btr kemiri
* 1/2 sdm ketumbar
* 1 sdt garam

Bahan kremes:

* 350 ml air rebusan tempe
* 3 sdm tepung beras

Cara membuat:

1. Rebus tempe bersama santan, bumbu halus, daun salam, serai dan garam.
2. Masak sampai meresap. Angkat tempe, tiriskan.
3. Ambil air santan 350 ml, tambahkan tepung beras, aduk rata.
4. Celupkan tempe ke dalam campuran tepung.
5. Goreng dalam minyak panas hingga kecokelatan, angkat.
6. Goreng sisa adonan tepung, tuang sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk.
7. Goreng hingga kecokelatan, angkat, tiriskan.
8. Sajikan tempe dengan ditaburi kremes.

Untuk 4 porsi

Jumat, 01 Mei 2009


Kiat-Kiat Mempererat Cinta Suami Istri

Oleh: Ustadz Fariq Gasim Anuz


Ada kejadian, seorang laki-laki sebelum menikah menginginkan istri yang cantik parasnya dan beberapa kriteria lainnya. Tetapi pada saat pernikahan, dia mendapatkan istrinya sangat jauh dari kriteria yang ia tetapkan. Subhanallah! Inilah jodoh, walaupun sudah berusaha keras, tetapi jika Allah menghendaki lain, semua akan terjadi. Pada awalnya ia terkejut karena istrinya ternyata kurang cantik, padahal sebelumnya sudah nazhar (melihat) calon istrinya tersebut. Sampai ayah dari pihak suami menganjurkan anaknya untuk menceraikan istrinya tersebut. Tetapi kemudian ia bersabar. Dan ternyata ia mendapati istrinya tersebut sebagai wanita yang shalihah, rajin shalat, taat kepada orang tuanya, taat kepada suaminya, selalu menyenangkan suami, juga rajin shalat malam.
Pada akhirnya, setelah sekian lama bergaul, sang suami ini merasa benar-benar puas dengan istrinya. Bahkan ia berpikir, lama-kelamaan istrinya bertambah cantik, dan ia sangat mencintai serta menyayanginya. Karena kesabaranlah Allah menumbuhkan cinta dan ketentraman. Ternyata faktor fisik tidaklah begitu pokok dalam menentukan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga, walaupun bisa juga ikut berperan menentukan. Berikut ini kami bawakan kiat-kiat praktis sebagai ikhtiar merekatkan cinta kasih antara suami istri, sehingga keharmonisan bisa tercipta.

Pertama. Saling memberi hadiah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda:
“ Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai.” (HR. Bukhari dlm Adabul Mufrad, dihasankan oleh Syaikh al Albani)
Memberi hadiah merupakan salah satu bentuk perhatian seorang suami kepada istrinya, atau istri kepada suaminya. Terlebih bagi istri, hadiah dari suami mempunyai nilai yang sangat mengesankan. Hadiah tidak harus mahal, tetapi sebagai simbol perhatian suami kepada istri. Seorang suami yang ketika pulang membawa sekedar oleh-oleh kesukaan istrinya, tentu akan membuat sang istri senang dan merasa mendapat perhatian. Dan seorang suami, semestinya lebih mengerti apa yang lebih disenangi oleh istrinya. Oleh karena itu, para suami hendaklah menunjukkan perhatian kepada istri, diungkapkan dengan memberi hadiah meski sederhana.

Kedua. Mengkhususkan waktu untuk duduk bersama
Jangan sampai antara suami istri sibuk dengan urusan masing-masing, dan tidak ada waktu untuk duduk bersama. Ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin Baaz. Ada seorang pemuda tidak memperlakukan istri dengan baik. Yang menjadi penyebabnya, karena ia sibuk menghabiskan waktunya untuk berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan studi dan lainnya, sehingga meninggalkan istri dan anak-anaknya dalam waktu lama. Masalah ini ditanyakan kepada Syaikh, apakah diperbolehkan sibuk menuntut ilmu dan sibuk beramal dengan resiko mengambil waktu yang seharusnya dikhususkan untuk isteri?
Syaikh bin Bazz menjawab pertanyaan ini. Beliau menyatakan, tidak ragu lagi, bahwa wajib atas suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik berdasarkan firman Allah:

“ Pergaulilah mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’:19)
Juga sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepada Abdullah bin ‘Amr bin Ash, yaitu manakala sahabat ini sibuk dengan shalat malam dan sibuk dengan puasa, sehingga lupa dan lalai terhadap istrinya, maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:
“ Puasalah dan berbukalah. Tidur dan bangunlah. Puasalah sebulan selama tiga hari, karena sesungguhnya kebaikan itu memiliki sepuluh kali lipat. Sesungguhnya engkau memiliki kewajiban atas dirimu. Dirimu sendiri memiliki hak dan engkau juga mempunyai kewajiban terhadap isterimu, juga kepada tamumu. Maka, berikanlah haknya setiap orang yang memiliki hak.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Banyak hadits yang menunjukkan adanya kewajiban agar suami memperlakukan isteri dengan baik. Oleh karena itu, para pemuda dan para suami hendaklah memperlakukan isteri dengan baik, berlemah lembut sesuai dengan kemampuan. Apabila memungkinkan untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah, maka lakukanlah di rumah, sehingga disamping dia mendapatkan ilmu dan menyelesaikan tugas, dia juga dapat membuat isteri dan anak-anaknya senang. Kesimpulannya, adalah disyari’atkan atas suami mengkhususkan waktu-waktu tertentu, meluangkan waktu untuk isterinya, agar sang isteri merasa tentram, memperlakukan isterinya dengan baik; terlebih lagi apabila tidak memiliki anak.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“ Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya. Dan saya adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:
“ Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.” (HR. Tirmidzi)
Sebaliknya, seorang istri juga disyari’atkan untuk membantu suaminya, misalnya menyelesaikan tugas-tugas studi ataupun tugas kantor. Hendaklah dia bersabar apabila suaminya memiliki kekurangan karena kesibukannya, sehingga kurang memberikan waktu yang cukup kepada isterinya. Berdasarkan firman Allah, hendaklah antara suami dan istri saling bekerjasama :

“Tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa.” (QS. Al Maidah :2)
Juga berdasarkan keumuman sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:

“ Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaihi, diterjemahkan dari buku Fatawa Islamiyyah)
Nasihat Syaikh bin Baaz tersebut ditujukan kepada kedua belah pihak. Kepada suami hendaklah benar-benar tidak sampai melalaikan, dan kepada istri pun untuk bisa bersabar dan memahami apabila suaminya sibuk bukan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Untuk para isteri, bisa juga mengoreksi diri mereka. Mungkin diantara sebab suami tidak kerasan di rumah karena memiliki isteri yang sering marah, selalu bermuka masam dan ketus apabila berbicara.

Ketiga. Menampakkan wajah yang ceria
Di antara cara untuk mempererat cinta kasih, hendaklah menampakkan wajah yang ceria. Ungkapan dengan bahasa wajah, mempunyai pengaruh yang besar dalam kegembiraan dan kesedihan seseorang. Seorang isteri akan senang jika suaminya berwajah ceria, tidak cemberut. Secara umum Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“ Sedikit pun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.” (HR. Muslim)
Begitu pula sebaliknya, ketika suami datang, seorang isteri jangan sampai menunjukkan wajah cemberut atau marah. Meskipun demikian, hendaknya seorang suami juga bisa memahami kondisi isteri secara kejiwaan. Misalnya, isteri yang sedang haidh atau nifas, terkadang melakukan tindakan yang menjengkelkan. Maka seorang suami hendaklah bersabar. Ada pertanyaan dari seorang isteri yang disampaikan kepada Syaikh bin Baaz, sebagai berikut:
Suami saya semoga Allah memaafkan dia, meskipun dia berpegang teguh dengan agama dan memiliki akhlak yang tinggi serta takut kepada Allah, tetapi dia tidak memiliki perhatian kepada saya sedikitpun. Jika di rumah, ia selalu berwajah cemberut, sempit dadanya dan terkadang dia mengatakan bahwa sayalah penyebab masalahnya. Tetapi Allah lah yang mengetahui bahwa saya alhamdulillah telah melaksanakan hak-haknya. Yakni menjalankan kewajiban saya sebagai isteri. Saya berusaha semaksimal mungkin dapat memberikan ketenangan kepada suami dan menjauhkan segala hal yang membuatnya tidak suka. Saya selalu sabar atas tindakan-tindakannya terhadap saya. Setiap saya bertanya sesuatu kepadanya, dia selalu marah, dan dia mengatakan bahwa ucapan saya tidak bermanfaat dan kampungan. Padahal perlu diketahui, jika kepada teman-temannya, suami saya tersebut termasuk murah senyum. Sedangkan terhadap saya, ia tidak pernah tersenyum; yang ada hanyalah celaan dan perlakuan buruk. Hal ini menyakitkan dan saya merasa sering tersiksa dengan perbuatannya. Saya ragu-ragu dan beberapa kali berpikir untuk meninggalkan rumah. Wahai Syaikh, apabila saya meninggalkan rumah dan mendidik sendiri anak-anak saya dan berusaha mencari pekerjaan untuk membiayai anak-anak saya sendiri, apakah saya berdosa? Ataukah saya harus tetap tinggal bersama suami dalam keadaan seperti ini, (yaitu) jarang berbicara dengan suami, (ia) tidak bekerja sama dan tidak merasakan problem saya ini?
Di jawab oleh Syaikh bin Baaz: “Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban atas suami isteri ialah bergaul dengan baik dan saling menampakkan wajah penuh dengan kecintaan. Dan hendaklah berakhlak dengan akhlak yang mulia, (yakni) dengan menampakkan wajah ceria, berdasarkan firman Allah:

“ Pergaulilah mereka dengan baik.” (QS. An Nisa:19)
Juga dalam surat Al Baqarah ayat 228:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isteri.” (QS. Al Baqarah :228)
Arti kelebihan disini, secara umum laki-laki lebih unggul daripada wanita. Tetapi nilai-nilai yang ada pada setiap individu di sisi Allah, tidak berarti laki-laki pasti derajatnya lebih tinggi. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“ Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)
Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:

“ Sedikitpun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.” (HR. Muslim)
Juga berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:

“ Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.” (HR. Tirmidzi)
Ini semua menunjukkan, bahwa motivasi berakhlak yang baik dan menampakkan wajah ceria pada saat bertemu serta bergaul dengan baik kepada kaum Muslimin, berlaku secara umum; terlebih lagi kepada suami atau isteri dan kerabat. Oleh karena itu, engkau telah berbuat baik dalam hal kesabaran dan ketabahan atas penderitaanmu, yaitu menghadapi kekasaran dan keburukan suamimu. Saya berwasiat kepada dirimu untuk terus meningkatkan kesabaran dan tidak meninggalkan rumah di karenakan hal itu. Insya Allah akan mendatangkan kebaikan yang banyak. Dan akibat yang baik, insya Allah diberikan kepada orang-orang yang sabar. Banyak ayat yang menunjukkan, barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya balasan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. Dan sesungguhnya Allah akan memberi ganjaran yang besar tanpa hisab kepada orang-orang yang sabar. Tidak ada halangan dan rintangan untuk bercanda dan bergurau, serta mengajak bicara suami dengan ucapan-ucapan yang dapat melunakkan hatinya, dan yang dapat menyebabkan lapang dadanya dan menumbuhkan kesadaran akan hak-hakmu. Tinggalkanlah tuntutan-tuntutan kebutuhan dunia (yang tidak pokok) selama sang suami melaksanakan kewajiban dengan memberikan nafkah dari kebutuhan-kebutuhan pokok, sehingga ia menjadi lapang dada dan hatinya tenang. Engkau akan merasakan balasan yang baik, insya Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada dirimu untuk mendapatkan kebaikan dan memperbaiki keadaan suamimu. Semoga Allah membimbingnya kepada kebaikan dan memperbaiki akhlaknya. Semoga Allah membimbingnya untuk dapat bermuka ceria dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada isterinya dengan baik. Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik yang diminta, dan Dia adalah pemberi hidayah kepada jalan yang lurus. (Dinukil dari buku Fatawa Islamiyyah). Ini menunjukkan, bahwa seorang wanita diperbolehkan untuk mengeluh dan menyampaikan problemnya kepada orang yang alim, atau orang yang dianggap bisa menyelesaikan masalahnya. Hal ini tidak sama dengan sebagian wanita yang sering, atau suka menceritakan rahasia rumah tangganya, termasuk kelemahan dan keburukan suaminya kepada orang lain, tanpa bermaksud menyelesaikan masalahnya.
Sehubungan dengan permasalahan ini, Syaikh Utsaimin mengatakan, bahwa apa yang disampaikan oleh sebagian wanita yang menceritakan keadaan rumah tangganya kepada kerabatnya, bisa jadi (kepada) orang tua isteri atau kakak perempuannya, atau kerabat yang lainnya, bahkan kepada teman-temannya, (hukumnya) adalah diharamkan. Tidak halal bagi seorang wanita membuka rahasia rumah tangganya dan keadaan suaminya kepada seorangpun. Karena seorang wanita yang shalihah adalah yang bisa menjaga dan memelihara kedudukan martabat suaminya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah memberitakan, seburuk-buruk manusia kedudukannya disisi Allah pada hari Kiamat ialah seorang laki-laki yang suka menceritakan keburukan isterinya atau seorang wanita yang menceritakan keburukan suaminya.
Meski demikian, jangan dipahami bahwa secara mutlak seorang wanita tidak boleh menceritakan keburukan seorang suami. Karena, pada masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pun ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata: “Ya, Rasulullah. Suami saya adalah orang yang kikir, tidak memberi nafkah yang cukup bagi saya. Bolehkah saya mengambil darinya tanpa sepengetahuannya untuk sekedar mencukupi kebutuhan saya dan anak saya?”
Mendengar penuturan orang ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
“ Ambillah nominal yang mencukupi kebutuhanmu dan anakmu.” (Muttafaqun ‘alaih)

Keempat. Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya
Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya, baik ketika hendak pergi keluar rumah ataupun ketika pulang. Penghormatan itu hendaklah dilakukan dengan mesra. Dalam beberapa hadits diriwayatkan, ketika hendak pergi shalat, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mencium isterinya tanpa berwudhu lagi dan langsung shalat. Ini menunjukkan, bahwa mencium isteri dapat mempererat hubungan antara suami isteri, meluluhkan kebekuan ataupun kekakuan antara suami isteri. Tentunya dengan melihat situasi, jangan dilakukan di hadapan anak-anak.
Perbuatan sebagian orang ketika seorang isteri menjemput suaminya yang datang dari luar kota atau dari luar negeri, ia mencium pipi kanan dan pipi kiri di tempat umum. Demikian ini tidak tepat. Memberikan penghormatan dengan hangat tidak mesti dengan mencium pasangannya. Misalnya, seorang suami dapat memanggil isterinya dengan baik, tidak menjelek-jelekkan keluarganya, tidak menegur isterinya dihadapan anak-anak mereka. Atau seorang isteri, bila melakukan penghormatan dengan menyambut kedatangan suaminya di depan pintu. Apabila suami hendak bepergian, isteri menyiapkan pakaian yang telah disetrika dan dimasukkannya ke dalam tas dengan rapi. Suami hendaknya menghormati isterinya dengan mendengarkan ucapan isteri secara seksama. Sebab terkadang, ada sebagian suami, jika isterinya berbicara, ia justru sibuk dengan handphonenya mengirim sms atau sambl membaca Koran. Dia tidak serius mendengarkan ucapan isterinya. Dan jika menanggapinya, hanya dengan kata-kata singkat. Jika isteri mengeluh, suami mengatakan “hal seperti ini saja dipikirkan!” Meskipun sepele atau ringan, tetapi hendaklah suami menanggapinya dengan serius, karena bagi isteri mungkin merupakan masalah yang besar dan berat.

Kelima. Hendaklah memuji pasangannya
Di antara kebutuhan manusia adalah keinginan untuk di puji- dalam batas- yang wajar. Dalam masalah pujian ini, para ulama telah menjelaskan, bahwa pujian diperbolehkan atau bahkan dianjurkan dengan syarat-syarat: untuk memberikan motivasi, pujian itu diungkapkan dengan jujur dan tulus, dan pujian itu tidak menyebabkan orang yang dipuji menjadi sombong atau lupa diri.
Abu Bakar As Siddiq radhiallahuanhu pernah di puji, dan dia berdoa kepada Allah: “Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku dengan apa yang mereka ucapkan. Jangan jadikan dosa bagiku dengan pujian mereka, jangan timbulkan sifat sombong. Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan ampunilah aku atas perbuatan-perbuatan dosa yang mereka tidak ketahui.”
Perkataan ini juga di ucapkan oleh Syaikh Al Albani ketika beliau di puji-puji oleh seseorang dihadapan manusia. Beliau rahimahullah menangis dan mengucapkan perkataan Abu Bakar tersebut serta mengatakan: “Saya ini hanyalah penuntut ilmu saja”. Seorang isteri senang pujian dari suaminya, khususnya dihadapan orang lain, seperti keluarga suami atau isteri. Dia tidak suka jika suami menyebutkan aibnya, khususnya dihadapan orang lain. Jika masakan isteri kurang sedap jangan dicela.

Keenam. Bersama-sama melakukan tugas yang ringan
Di antara kesalahan sebagian suami ialah, mereka menolak untuk melakukan sebagian tugas di rumah. Mereka mempunyai anggapan, jika melakukan tugas di rumah, berarti mengurangi kedudukannya, menurunkan atau menjatuhkan kewibawaannya di hadapan sang isteri. Pendapat ini tidak benar. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melakukan tugas-tugas di rumah, seperti menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya dan melakukan tugas-tugas di rumah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan terdapat dalam Jami’ush Shaghir. Terlebih lagi dalam keadaan darurat, seperti isteri sedang sakit setelah melahirkan. Terkadang isteri dalam keadaan repot, maka suami bisa meringankan beban isteri dengan memandikan anak atau menyuapi anak-anaknya. Hal ini disamping menyenangkan isteri, juga dapat menguatkan ikatan yang lebih erat lagi antara ayah dan anak-anaknya.

Ketujuh. Ucapan yang baik
Kalimat yang baik adalah kalimat-kalimat yang menyenangkan. Hendaklah menghindari kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan. Seorang suami yang menegur isterinya karena tidak berhias, tidak mempercantik diri dengan celak dimata, harus dengan ucapan yang baik. (Nasihat untuk akhwat yg berkeluarga atau ibu-ibu. Hendaknya wanita mempercantik diri dan berhias untuk suaminya. Yang terjadi, umumnya berdandan dan mempercantik diri kalau mau keluar rumah, atau kalau ada walimah, misalnya. Sedangkan di rumah, ia enggan mempercantik diri dan tampil seadanya. Padahal berdandan dan mempercantik diri untuk keluar rumah hukumnya haram.) Misalnya dengan perkataan “Mengapa engkau tidak memakai celak?” Isteri menjawab dengan kalimat yang menyenangkan: “Kalau aku memakai celak, akan mengganggu mataku untuk melihat wajahmu”. Perkataan yang demikian menunjukkan ungkapan perasaan cinta isteri kepada suami. Ketika ditegur, ia menjawab dengan kalimat yang menyenangkan. Berbeda dengan kasus lain. Saat suami isteri berjalan-jalan di bawah bulan pernama, suami bertanya:”Tahukah engkau bulan purnama di atas?” Mendengar pertanyaan ini, sang isteri menjawab:”Apakah engkau lihat aku buta?”

Kedelapan. Perlu berekreasi berdua tanpa membawa anak
Rutinitas pekerjaan suami di luar rumah dan pekerjaan isteri di rumah membuat suasana menjadi keruh. Sekali-kali diperlukan suasana lain dengan cara pergi berdua tanpa membawa anak. Hal ini sangat penting, karena bisa memperbaharui cinta suami isteri. Kita mempunyai anak, lantas bagaimana caranya? Ini memang sebuah problem. Kita cari solusinya, jangan menyerah begitu saja.
Bukan berarti setelah mempunyai anak banyak tidak bisa pergi berdua. Tidak! kita bisa meminta tolong kepada saudara, kerabat ataupun tetangga untuk menjaga anak-anak, lalu kita dapat pergi bersilaturahmi atau belanja ke toko dan lain sebagainya. Kemudian pada kesempatan lainnya, kita pergi berekreasi membawa isteri dan anak-anak.

Kesembilan. Hendaklah memiliki rasa empati pada pasangannya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“ Perumpamaan kaum mukminan antara satu dengan yang lainnya itu seperti satu tubuh. Apabila ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh yang lain pun ikut merasakannya sebagai orang yang tidak dapat tidur dan orang yang terkena penyakit demam.” (HR. Muslim)
Ini berlaku secara umum kepada semua kaum muslimin. Rasa empati harus ada. Yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, termasuk kepada isteri atau suami. Jangan sampai suami sakit, terbaring ditempat tidur, isteri tertawa-tawa disampingnya, bergurau, bercanda. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai karena kesibukan, suami kemudian kurang merasakan apa yang dirasakan oleh isteri.

Kesepuluh. Perlu adanya keterbukaan
Keterbukaan antara suami dan isteri sangat penting. Di antara problem yang timbul di keluarga, lantaran antara suami dan isteri masing-masing menutup diri, tidak terbuka menyampaikan problemnya kepada pasangannya. Yang akhirnya kian menumpuk. Pada gilirannya menjadi lebih besar, sampai akhirnya meledak.
Inilah sepuluh tips untuk merekatkan hubungan suami isteri, sehingga biduk rumah tangga tetap harmonis dan tentram. Semoga bermanfaat, menjadi bekal keharmonisan keluarga.

Kamis, 23 April 2009

Menerima Pendamping Apa Adanya

Menerima pendamping apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak, merupakan bekal untuk mencapai kemesraan dan keharmonisan dalam hidup berumah-tangga. Sebagai umat manusia yang dianugerahi, kita memang perlu menyeimbangkan harapan. Tak salah kita berdoa memohon pasangan yang sempurna, tetapi pada saat yang sama kita juga harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan. Kita boleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang sudah kita persiapkan agar layak mendampingi pasangan idaman. Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi, semakin besar harapan kita dalam pernikahan semakin sulit kita mencapai kebahagiaan dan kemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan kita (marital commitment) akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk memperoleh kebahagian dan kepuasan.

Apa bedanya harapan dan komitmen?

Apa pula pengaruhnya terhadap keutuhan rumah tangga kita? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang sangat besar, sulit bagi kita untuk menerima pasangan apa adanya. Kita akan selalu melihat dia penuh kekurangan.

Jika kita menikah karena terpesona oleh kecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak bisa berlemah lembut begitu istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa cepat dan berlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung.

Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti apa yang ingin kita bangun. Kerelaan untuk menerima kekurangan, termasuk mengikhlaskan hati menerima kekurangannya membuat kita lebih mudah mensyukuri perkawinan.

Orang yang melapangkan hati untuk menerima perbedaan, cenderung akan menemukan banyak kesamaan. Perbedaan itu bukan lantas tidak ada, tetapi kesediaan untuk menerima perbedaan membuat kita mudah untuk melihat kesamaan dan kebaikannya.

Sebaliknya, kita akan merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, tidak terkecuali pendamping hidup kita, bila kita sibuk mempersoalkan perbedaan. Apalagi jika kita sering menyebut-nyebutnya, semakin terasa perbedaan itu dan semakin tidak nyaman membina hubungan dengannya. Semoga Tuhan melindungi kita dari mempersoalkan perbedaan tanpa mengilmui. Semoga Tuhan menjauhkan kita dari kesibukan yang menghancurkan. Semoga Tuhan pula kelak mengukuhkan ikatan perasaan di antara kita dengan kasih sayang, ketulusan, dan kerelaan menerima perbedaan. Sesungguhnya telah berlalu sebelum kita yang sibuk mempersoalkan perbedaan dan memperdebatkan hal-hal yang menjadi rahasia Allah. Nah, jika mempersoalkan perbedaan, menyebut-nyebutnya, dan mengeluhkannya akan membuat hubungan renggang, mengapa tidak melapangkan hati untuk menerimanya?

Sesungguhnya menerima perbedaan akan menumbuhkan kasih sayang dan kemesraan yang hangat. Ada perasaan mengharukan yang sekaligus membahagiakan jika kita memberikan untuknya apa yang ia sukai. Untuk itu, ada tiga hal yang perlu kita pahami agar ia mempercayai ketulusan kita.

Pertama, berikanlah perhatian yang hangat kepadanya. Besarnya perhatian membuat dia merasa kita sayang dan kita cintai.

Kedua terimalah ia tanpa syarat. Penerimaan tanpa syarat menunjukkan bahwa kita mencintainya dengan tulus. Tidak mungkin menerima dia apa adanya jika kita tidak memiliki ketulusan cinta dan kebersihan niat.

Ketiga, ungkapkanlah dengan kata-kata yang tepat. Berkaitan dengan ungkapan ini, ada sebuah tips yakni terminologi "aku" dan kamu". Saat kita mendapatkan bahwa masakan yang dibuat pasangan kita keasinan misalnya, maka gunakanlah kata ganti "aku." "Aku lebih suka kalau sayurnya lebih manis, sayang."

Tapi saat kita mendapatkan suatu kelebihan pada diri pasangan, ia sukses menggoreng telor dadar misalnya (biasanya ia menggoreng berkerak), maka kita gunakan kata ganti "kamu." "Kamu memang pintar, istriku."

Kita gunakan kata "aku" untuk sesuatu yang sifatnya negatif dan "kamu" untuk sesuatu yang sifatnya positif untuk semua hal.

Tampaknya memang benar, karena penggunaan kata ganti "kamu" untuk sebuah kesalahan yang telah dilakukan oleh pasangan kita cenderung menyaran pada arti memvonis lebih2 memosisikan pasangan kita sebagai tertuduh.

Dalam perspektif pragmatik (linguistik) , terminologi ini merupakan sebuah upaya penggunaan "kesopanan" dengan tetap mempertahankan "kerja sama." Dengan tujuan agar tidak terjadi konflik pada keduanya.

Berangkat dari petunjuk Tuhan ini tidak layak bagi kita untuk sibuk mempersoalkan kekurangan ataupun kesalahan, apalagi kekurangan yang sulit dihilangkan, sepanjang ia tidak melakukan kekejian yang nyata. Betapa pun banyak yang tidak kita sukai darinya, kemesraan dengannya tak akan pudar jika kita mencoba untuk berbaik sangka kepada Tuhan, barangkali di balik itu Tuhan berikan kebaikan yang sangat besar. Sebaliknya, sesedikit apa pun keburukannya, bila kita sibuk menyebut-nyebut dan mengingatnya, akan sangat memberatkan jiwa. Dampak selanjutnya tidak hanya bagi hubungan suami istri, tetapi merembet pada hubungan kita dan si kecil.

Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati maka akan kita temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya berupaya memperbaiki dan bukan menuntut untuk sempurna.

Bukankah kita sendiri mempunyai kekurangan, mengapa kita sibuk menuntut istri untuk sempurna? Ada amanat yang harus kita emban ketika kita menikah. Ada ruang untuk saling berbagi. Ada ruang untuk saling memperbaiki. Dan bukan saling mengeluhkan, apalagi menyebut-nyebut kekurangan.

Pahamilah kekhilafannya agar ia merasa ringan dalam memperbaiki, meski bukan berarti kita lantas membiarkan kesalahan. Berikanlah dukungan dan kehangatan kepadanya sehingga ia berbesar hati menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depan.

Tunjukkanlah bahwa kita memang sangat menghargainya, menerimanya dengan tulus, mau mengerti dan bersemangat mendampinginya. Disini memang tidak hanya membahas seputar keikhlasan menerima pasangan kita apa adanya. Namun tampaknya memandang masalah yang remeh temeh ini dalam beberapa hal telah menjadi batu karang yang cukup terjal yang kemudian melahirkan benih-benih konflik dan alih-alih perceraian.

Pada bagian akhir ini, menjelaskan bagaimana upaya belajar itu tidak sebatas menerima apa adanya, tetapi juga diikuti dengan belajar mendengar dengan sepenuh hati. Karena tidak jarang kita bukan tidak paham jawaban yang sesungguhnya diinginkan di balik pertanyaan pasangan. Cukup banyak hal sepele yang tampaknya kita anggap telah kita berikan tetapi ternyata hal itu jauh meleset dari dugaan. Kita bukan mendengar pasangan tetapi mendengar diri sendiri. Kta bukan memberi solusi tapi malah menambah materi. Kita bukan memberi jalan keluar malah menghakimi. Kita bukan memberikan jawaban, tetapi malah memberikan pertanyaan. Kita bukan meringankan tetapi malah memberatkan. Benarkan?

Kekayaan itu ada di jiwa. Dan keping kekayaan itu dimulai dari ketulusan menerima. Dengan kekayaan jiwa kita akan lebih mudah memberikan empati, lebih mudah untuk memahami, lebih mudah untuk berbagi dan lebih mudah mendengar dengan sepenuh hati.

Hari ini, ketika kita bermimpi tentang sebuah pernikahan yang romantis sementara ikatan batin di antara kita dan pasangan begitu rapuh, sudahkah kita berterima kasih kepadanya? Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan kesalahan kita? Jika belum, mulailah dengan meminta maaf atas kesalahan-kesalahan kita dan ungkapkan sebuah panggilan "sayang" untuknya. Mulailah dari yang paling mudah, "kalimat/kata " yang paling remeh atau kecil sekalipun. Mulailah dari yang paling kecil, "Little things mean a lot" Agar cinta bersemi dalam keluarga kita, agar cinta senantiasa berbunga dalam kehidupan kita.